Senin, Januari 19, 2009

ANCAMAN PEMBUNUHAN TERHADAP HAKIM PA WONOSARI

SIDANG KASUS ANCAMAN PEMBUNUHAN
TERHADAP HAKIM PA WONOSARI DIGELAR DI PN WONOSARI

(Senin, 19 Januari 2009)



PN Wonosari pada hari Senin (19/01/2008) menggelar sidang ancaman pembunuhan terhadap Hakim dan Pegawai PA Wonosari

Sidang kasus ancaman pembunuhan terhadap Hakim dan Pegawai Pengadilan Agama (PA) Wonosari dengan Terdakwa Wg, 42 tahun, yang beralamat di Bantul DI Yogyakarta, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Wonosari pada hari Senin, 19 Januari 2009 dengan acara pemeriksaan saksi.
Persidangan kasus ancaman pembunuhan terhadap hakim PA yang digelar di PN Wonosari telah memasuki tahap pemeriksaan saksi. Pada tahap pemeriksaan saksi, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Wonosari menghadirkan dua orang saksi dari PA Wonosari, yaitu seorang panitera muda dan seorang panitera pengganti. Majelis hakim PN Wonosari mengajukan pertanyaan kepada para saksi seputar proses cerai gugat hingga datangnya surat ancaman dari Wg. Wg yg siang itu duduk sebagai Terdakwa menyimak keterangan saksi dengan seksama.
Ketika majelis hakim mengkonfrontir keterangan saksi dengan Terdakwa Wg, Wg mengaku bahwa ia telah menulis surat ancaman tersebut karena emosi dan khilaf. Surat yang ditulis selama semalam tersebut juga diakui telah dikirim sendiri oleh Wg. Namun Wg menyatakan bahwa ia tidak mempunyai peluru sebagaimana ia tulis dalam surat ancaman.

Ancaman pembunuhan berbuah persidangan
Kasus ini berawal dari gugatan cerai yang diajukan oleh seorang perempuan, sebut saja Suminten (nama samaran) yang bertempat tinggal di Gunungkidul terhadap Wg (Bantul) ke PA Wonosari pada awal bulan Februari 2007. Selama dalam proses persidangan cerai gugat tersebut Wg sebagai Tergugat telah dua kali dipanggil dan tidak pernah hadir di persidangan meskipun ia telah dipanggil secara resmi dan patut. Singkat kata, setelah melalui pemeriksaan di persidangan akhirnya pada pertengahan bulan Maret 2007 majelis hakim mengabulkan gugatan Suminten untuk bercerai dengan Wg.
Setelah perkara cerai gugat diputus, pada awal bulan Juli 2007 Wg mengirimkan surat ancaman yang dikirim ke PA Wonosari melalui pos yang intinya Wg tidak mau bercerai dengan Suminten dan meminta majelis hakim untuk membatalkan putusannya. Apabila putusan tersebut tidak dibatalkan maka Wg akan membunuh hakim dan pegawai PA Wonosari. Dalam surat ancaman tersebut Wg juga mengatakan ia masih mempunyai 7 buah mlinjo (istilah untuk menyebut butir peluru, red). Wg juga mengaku telah mengantongi 12 nama hakim dan pegawai lengkap beserta alamat-alamatnya. Wg juga menegaskan bahwa ancaman ini tidak main-main, ia memberikan waktu 1 sampai 2 minggu kepada pihak PA Wonosari untuk mengabulkan permohonannya tersebut di atas.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pada akhir bulan Juli 2007 pihak PA Wonosari melaporkan ancaman pembunuhan ke Polres Gunungkidul. Berdasarkan informasi dari penyidik ternyata Wg saat itu masuk dalam Target Operasi (TO) Polres Gunungkidul berkaitan dengan beberapa kasus kriminal yang terjadi di Gunungkidul. Berita tentang ancaman pembunuhan saat itu sempat menjadi headline sebuah surat kabar harian yang terbit di Yogyakarta.
Pada akhir tahun 2007 Wg akhirnya berhasil ditangkap oleh Tim dari Unit Reskrim Polres Gunungkidul dan kemudian diproses secara hukum untuk mempertanggungjawabkan berbagai rentetan tindak kriminal yang telah dilakukannya, salah satu kasus ancaman pembunuhan terhadap Hakim dan Pegawai PA Wonosari.

Pengadilan Agama juga rentan terhadap ancaman dan teror
Kasus ancaman pembunuhan terhadap hakim menunjukkan bahwa profesi hakim merupakan profesi yang berat sekaligus mulia. Hakim dituntut untuk berpegang teguh pada prinsip-prinsip hukum dan keadilan, serta mengabaikan pengaruh luar yang hendak mempengaruhi putusan yang dijatuhkan dalam bentuk apapun, termasuk ancaman pembunuhan dan teror.
Menurut Iswahyudi, SH., Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Wonosari yang dihubungi crew pa-wonosari.net mengatakan meski perkara di lingkungan peradilan agama didominasi oleh perkara perceraian namun ditinjau dari tingkat ancaman sama rentannya dengan lingkungan peradilan lain. “Pengadilan Agama justru lebih rentan dengan ancaman atau aksi teror karena perkara yang disidangkan kebanyakan menyangkut masalah rumah tangga. Masalah rumah tangga berhubungan erat dengan rasa cinta. Padahal kalau orang putus cinta ia bisa kalap (nekat, red) dan tidak terkendali seperti kasus yang menimpa Wg”, ungkap Iswahyudi sesaat setelah persidangan.
Akibat aksi nekat Wg yang mengancam hakim dan pegawai PA Wonosari tersebut, kini Wg terancam dijerat Pasal 336 ayat (2) KUHP tentang pengancaman. Dengan diprosesnya ancaman pembunuhan diharapkan menjadi pelajaran bagi siapapun untuk tidak menggunakan cara-cara kekerasan dan teror untuk memaksakan kehendaknya, sebaliknya tetap mengedepankan aspek hukum.
Kasus pembunuhan hakim di Sidoarjo beberapa tahun silam dan kasus ancaman terhadap Hakim dan Pegawai PA Wonosari, serta kasus ancaman-ancaman di daerah lain mengingatkan kita untuk lebih waspada dengan meningkatkan keamanan dalam proses persidangan, keamanan dalam proses mediasi maupun keamanan lingkungan kantor secara umum
(ahsan).