Rabu, November 26, 2008

Peningkatan Mutu Tenaga Teknis Peradilan Agama

Ketua Pokja Perdata Agama & Dirjen Badilag

“2009, untuk Peningkatan Mutu Tenaga Teknis Peradilan Agama”


Jakarta | badilag.net (25/11)

Image Hakim Agung yang juga Ketua Pokja Perdata Agama, Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH, S.Ip, M.Hum mengharapkan agar dalam DIPA tahun 2009 untuk lingkungan peradilan agama teralokasikan anggaran untuk peningkatan SDM para Hakim dan Panitera di lingkungan PTA se Indonesia.

Menurutnya, upaya tersebut sebagai respon strategis terhadap Surat Edaran Dirjen Badilag No: 396/DjA/OT.00/XI/2008, tanggal 18 Nopember 2008, yang menginstruksikan kepada Ketua PTA/Msy.P untuk mengevaluasi kembali secara seksama kemampuan dan penguasaan tekhnis hukum para Hakim PA/Msy, dan mengintensifkan pembinaan terhadap hakim PA/Msy khususnya dalam bidang tehnis yustisial dan administrasi peradilan.

Ketua Pokja Perdata Agama, seperti dirilis oleh www.pta-medan.go.id (21/11), menyampaikan hal tersebut pada acara Pembinaan dan Konsultasi Hakim dalam Kajian Hukum Acara yang diselenggarakan oleh PTA Medan bertempat di Hotel Inna Dharma Deli Medan Jumat(21/11). Kegiatan yang mengusung thema “Dengan Pembinaan dan Konsultasi Hakim PA se Sumut Dalam Kajian Hukum Acara Kita Tingkatkan Profesionalisme Hakim Dalam Menangani Perkara” ini diikuti oleh 40 orang Hakim dari PA se Sumatera Utara .

Dikatakan Prof. Manan bahwa berdasarkan kesimpulan hasil pertemuan antara Uldilag, Badilag dan Pokja Perdata Agama, kualitas tenaga teknis Peradilan Agama khususnya hakim perlu terus-menerus ditingkatkan. Fokus peningkatan mutu tersebut terutama diarahkan pada bidang penguasaan teknis yustisial dan administrasi perkara.

“oleh karenanya Badilag kemaren telah mengeluarkan sebuah edaran agar PTA/MSYP mengintensifkan pembinaan terhadap hakim PA/Msy khususnya dalam bidang tehnis yustisial” ungkapnya seperti dikutip www.pta-medan.go.id

Gayung Bersambut

Seolah gayung bersambut dengan pemikiran Ketua Pokja Perdata Agama , dalam rapat koordinasi dengan seluruh pejabat struktural Ditjen Badilag, Senin (24/11), Dirjen Badilag, Wahyu Widiana, menetapkan tahun 2009 sebagai tahun pembinaan SDM bidang teknis yustisial .

“Penetapan 2009 sebagai tahun pembinaan SDMdi bidang teknis yustisial sebagai sebuah jargon Badilag untuk menyemangati seluruh kegiatan pembinaannya”, ungkap Dirjen Badilag.

Menurut Dirjen, meski 2009 ditetapkan sebagai tahun pembinaan teknis yustisial bagi tenaga teknis peradilan agama, bukan berarti kegiatan client service dan pengembangan teknologi informasi dihentikan. “Semuanya berjalan simultan, baik IT, Client Servis, maupun pembinaan SDM di bidang teknis yustisial. Namun, untuk meningkatkan “greget”, tahun 2009 dicanangkan untuk teknis yustisial”, tegasnya.

Wahyu menambahkan bahwa peningkatan mutu aparatur peradilan agama, termasuk di bidang teknis yustisial, telah dan terus-menenus dilakukan sesuai dengan fungsi masing-masing lembaga. Dalam kaitan dengan ini, Dirjen mengharapkan peran pengadilan tingkat banding yang menyandang predikat “kawal depan Mahkamah Agung “ untuk memberdayakan potensi yang ada untuk pembinaan teknis yustisial bagi pengadilan agama di bawahnya.

Modernisasi : Paradigma Baru

Sementara itu terkait dengan isu modernisasi pengadilan, Dirjen menegaskan bahwa kunci modernisasi adalah adanya perubahan paradigma menuju pengadilan yang lebih baik. Dalam modernisasi pengadilan ini terkandung keharusan adanya manajemen perubahan (change management).

Ia menjelaskan bahwa paradigma baru yang lahir dari ide modernisasi pengadilan adalah perubahan mindset dan perbaikan manajemen berbasis kinerja. Paradigma baru itu pun menghendaki adanya sikap memperbaiki “niat dan tekad”, serta mengurangi atau mempersempit kesempatan untuk melakukan penyimpangan.

“modernisasi itu tidak identik dengan kecanggihan sarana kerja. Substansi modern ada di perubahan paradigma”, pungkas Dirjen Badilag.

Jumat, November 21, 2008

Peningkatan Kinerja dan Profesionalitas Aparat

Rakerda Peradilan Agama se-Sumatera Barat:

Peningkatan Kualitas SDM di Bidang Tehnis Yustisial Mendapat Perhatian Besar
Image

pa-bukittinggi.blogspot.com (21/11)


Kualitas aparat Peradilan Agama di bidang tehnis yustisial menjadi salah satu pokok pembahasan pada Rakerda Peradilan Agama se Sumatera Barat, di Padang, yang dibuka oleh Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI, Drs. H. Ahmad Kamil, SH, MH, pada hari Rabu, 18/11, kemarin dulu.

Sesuai dengan tema Rakerda, “Peningkatan Kinerja dan Profesionalitas Aparat Peradilan Agama”, Dirjen Badilag, Wahyu Widiana, menjelaskan komitmen Tuada Uldilag, para hakim agung, pokja perdata agama, dan jajaran Badilag pada tanggal 14 November 2008 di Bogor yang bertekad untuk melakukan upaya-upaya peningkatan kualitas aparat Peradilan Agama di bidang tehnis yustisial. Hal ini sangat urgen untuk dilakukan, mengingat adanya perkembangan kewenangan peradilan agama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kerahkan Semua Potensi dan Kreativitas.

“Peningkatan kualitas aparat menjadi tugas kita semua”, tegas Wahyu Widiana. “Para pemegang otoritas di Jakarta, juga para pimpinan PTA dan PA di daerah dapat mengerahkan seluruh potensi dan kreativitasnya untuk peningkatan tersebut. Memang, anggaran sangat diperlukan. Tapi anggaran bukan satu-satunya alat untuk dapat mendukung upaya peningkatan ini”, tambahnya.

Pendidikan dan latihan dapat dikordinasikan dengan Pusdiklat, orientasi dan bentuk-bentuk pendalaman terhadap materi tertentu dapat dikordinasikan oleh Badilag, diskusi-diskusi dan Diklat Di Tempat Kerja (DDTK) dapat dilakukan di tiap PTA atau PA tanpa biaya sama sekali. “Pokoknya, banyak jalan yang dapat kita tempuh. Yang sangat menentukan dalam hal ini adalah perhatian pimpinan, kekompakan dan kreativitas. Tidak harus selalu tergantung kepada anggaran dan petunjuk atasan”, ujarnya bersemangat.

Image

Eksaminasi Putusan Sangat Besar Pengaruhnya Terhadap Kualitas.

Hakim Tinggi senior, Drs. M. Noer Muddin, SH, mempertanyakan kenapa eksaminasi terhadap putusan para hakim tidak berjalan lagi. “Eksaminasi sangat berpengaruh terhadap kualitas para hakim, sebab putusan mereka diperiksa, dinilai, lalu diberi pembinaan atas kekurangannya”, ujar Noer Muddin.

Wahyu Widiana sangat apresiasi dengan pertanyaan sekaligus usulan Noer Muddin tersebut. Bahkan lebih lanjut diinformasikan, bahwa pertemuan para perwakilan Hakim Tinggi hampir se Indonesia yang sedang melakukan pendalaman Pola Bindalmin di Bandung, juga membahas soal pentingnya menghidupkan kembali eksaminasi ini.

Di Direktorat Pembinaan Tenaga Tehnis Peradilan Agama, yang dipimpin oleh Direktur Zuffran Sabrie, kini sedang dikaji adanya keterkaitan hasil eksaminasi dengan kenaikan pangkat atau promosi. Memang dulu, ada edaran-edaran dari Mahkamah Agung bahwa salah satu sarat kenaikan pangkat hakim adalah adanya hasil eksaminasi. Tidak lulus eksaminasi dapat menimbulkan tertundanya kenaikan pangkat.

Hasil eksaminasi yang dilakukan secara rutin, kini, dapat juga dijadikan bahan penilaian kecakapan hakim untuk kepentingan pengisian DP3. Nilai kecakapan yang tidak baik, tidak membolehkan yang bersangkutan untuk naik pangkat. “Tapi, yang penting adalah pembinaannya, bagaimana agar mereka selalu diberi motivasi untuk meningkatkan kualitasnya, terutama mengenai hal-hal baru”, ujar Wahyu Widiana, yang kemudian mengungkapkan akan segera melaporkannya kepada Sekretaris Mahkamah Agung dan Tuada Uldilag.

Pembinaan Hakim Tinggi.

Hakim Tinggi lainnya, Drs. H. Zainir Surzain, SH, MAg, menyampaikan masukan tentang pembinaan hakim tinggi itu sendiri. “Bagaimana kami bisa mengawasi atau melakukan pembinaan kepada para hakim tingkat pertama, kalau para hakim tinggi itu sendiri tidak pernah mendapat pembinaan, terutama mengenai perkembangan baru?”, tanyanya

Image

Atas usulan itu, Wahyu Widiana minta perhatian para Ketua PTA untuk melakukan upaya pemerataan informasi dan pendalaman materi, terutama mengenai perkembangan baru. “Sering-seringlah ada diskusi, terutama kalau ada hakim atau pimpinan yang baru datang dari seminar, orientasi, sosialisasi, studi banding, pendalaman materi tertentu atau sebagainya”, ujarnya. “Tularkanlah informasi-informasi baru itu kepada sesama kolega, bahkan perdalamlah dengan melakukan diskusi-diskusi khusus”, tambahnya lagi.

Memang, dengan anggaran yang terbatas dan kebutuhan yang banyak, sulit bisa melakukan pelatihan untuk seluruh hakim secara serempak. Oleh karena itu, berbagai forum, fasilitas dan potensi yang ada agar dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas aparat.

Bola yang digulirkan oleh para hakim agung, mengenai kualitas aparat di bidang tehnis yustisial, perlu disambut oleh semua pihak di lingkungan peradilan agama. Pihak Ditjen Badilag sendiri telah bertekad untuk menindak lanjutinya secara positif. Dua hari setelah pertemuan dengan hakim agung, Dirjen langsung mengirim surat kepada seluruh Ketua PTA/MSyP untuk melakukan upaya-upaya peningkatan SDM. Juga mengkaji ulang program-program yang berjalan selama ini.

Semuanya harus bergerak menuju keadaan yang lebih baik. Bukankah modernisasi yang menjadi tema Rakernas MA tahun ini, hakikatnya adalah how to think and to act toward a better condition?. (Dimuat Admin)

Jumat, November 14, 2008

Konsultasi MARI di Bukittinggi

Opini Negatif terhadap Lembaga Peradilan, tidak mungkin melawannya cukup dengan kata-kata, harus Kita Buktikan Dengan Perubahan dan Hasil Nyata Dalam Penegakan Hukum, Pengawasan dan Pembinaan

Bukittinggi : pa-bukittinggi.blogspot.com – Sambutan tertulisnya Wakil Ketua Mahkamah Agung RI pada Rakerda Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama Tahun 2008 yang dibacakan oleh Hakim Agung Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH. S.IP. M.Hum. pada saat pembukaan Kegiatan Pembinaan dan Konsultasi MA-RI dengan jajaran 4 Peradilan Se-Sumatera Barat di Bukittinggi Rabu 12 Nopember 2008 di Balai Sidang Hatta – Bukittinggi mengatakan bahwa sorotan negatif terhadap lembaga peradilan saat ini masih terus menerus dilakukan orang, karena disamping opini pembentukan opini oleh pers yang mempersepsikan lembaga peradilan yang paling korup, juga ada diantara warga pengadilan yang selama ini berperilaku buruk, tidak mau berubah, masih saja terus melakukan perbuatan Tercela. Hal ini tentu kita tidak bisa membiarkanya terus berlangsung. Opini Publik yang telah terbentuk tersebut, tidak mungkin melawannya cukup dengan kata-kata, tetapi yang lebih penting dari hal tersebut adalah bagaimana kita membuktikan kepada masyarakat bahwa persepsi itui keliru dengan menunjukan kerja yang positif. Kalau memang pernah terjadi apa yang mereka persepsikan, harus kita mampu untuk menunjukan bahwa kita telah berubah.”

Komitmen untuk menegakan hukum dan keadilan lebih ditekankan kepada Perkara Korupsi, karena korupsi dapat merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat; perkara Narkoba karena meracuni generasi muda; Illegal yang merusak hutan dan lingkungan yang akan berpengaruh pada genersi mendatang. Adapun Pengawasan lebih ditekankan pada Penggunaan DIPA, Tingkah laku Hakim, Biaya perkara dan Disiplin. Sedangkan dalam Pembinaan Ditekankan untuk terus menerus membekali ilmu dan pengetahuan agar kemampuan dalam melaksanakan Tugas tetap prima.

Acara pembinaan ini merupakan acara rutin nasional yang bertujuan menyampaikan atau mensosialisasikan hasil Rakernas, namun kali ini lebih menekankan kepada masalah-masalah yang dihadapi oleh Pengadilan yang belum dibahas dalam Rakernas dan masalah-masalah aktual yang dihadapi masing-masing Pengadilan lanjut sambutan beliau.
“Memodernkan Peradilan”
Se
jalan dengan sambutan Hakim Agung tersebut Ketua Pengadilan Tinggi Padang H. SUPARNO, SH. dalam laporannya bahwa Pembinaan dan Konsultasi diadakan dalam upaya Mahkamah Agung untuk “memodernkan pengadilan” Indonesia, sebagaimana yang dikemukakan Presiden RI bahwa pengadilan yang modern adalah Pengadilan yang maju, memiliki kwalitas tinggi, efektif dan efisien, Pengadilan yang mampu memberikan pelayanan terbaik kepada pencari keadilan.

Acara yang akan berlangsung dari tanggal 11, 12 hingga 13 Nopember 2008 ini diikuti oleh 73 peserta yaitu Ketua PT, Ketua PTA, Para Hakim Tinggi PT/ PTA, Ketua Dilmil, Ketua PTUN, Ketua PN dan Ketua PA Se-Sumatera Barat, Panitera Sekretaris PT/PTA, , Panitera Sekretaris PN/PA Se-Sumatera Barat.

Lebih lanjut disampaikan bahwa tanpa adanya perbaikan tidak mungkin dapat menciptakan suatu citra yang baik bagi masyarakat. Oleh karena itu di sampaikan beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian dari seluruh jajaran Pengadilan:

1. Harus mempunyai komitmen yang kuat dalam penegakkan hukum dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Komitmen tersebut utamanya terhadap tindak pidana yang menarik perhatian masyarakat seperti tindak pidana korupsi, perkara narkoba dan perkara illegal logging. Dikatakan bahwa tindak pidana tersebut harus di lawan dan di berantas karena tindakan tersebut dapat merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, memiskinkan kehidupan masyarakat, meracuni generasi muda sebagai aset masa depan bangsa, juga dapat mengakibatkan kerugian materil negara dan terutama merusak lingkungan. Pengadilan adalah tumpuan akhir dari penegakkan hukum, sehingga apabila tidak di respons rasa keadilan bagi masyarakat, maka sasaran utama adalah lembaga peradilan secara keseluruhan.

2. Pengawasan

Dalam bidang pengawasan ini digaris bawahi beberapa hal yaitu pengawasan pengelolaan dana dalam DIPA, biaya perkara, serta pengawasan terhadap perilaku hakim beserta aparat, disiplin dan kinerja paegawai. Terhadap hal ini pihak Mahkamah Agung telah dan akan bertindak tegas terhadap aparat yang melanggar aturan demi tegaknya code of conduct yang telah di keluarkan oleh Mahkamah Agung. Disini peran para Ketua Pengadilan yang telah di beri kewenangan sangat di harapkan dalam mengambil tindakan tegas terhadap para pelanggar. Menyinggung masalah PEMILU pada tahun depan beliau mengatakan bahwa sudah menjadi kewajiban kita semua untuk mensukseskannya, terutama dalam menangani gesekan-gesekan yang pasti terjadi dan akan berujung ke pengadilan. Diingatkan kepada para hakim agar menangani secara profesional, agar tidak terkesan menghambat jalannya tahapan-tahapan pelaksanaan Pemilu.

3. Bidang Pembinaan

Dibidang pembinaan diharapkan agar digalakkan terus-menerus seperti memberikan pembekalan, pembinaan/pelatihan terhadap para hakim, panitera, juru sita agar dapat melaksanakan tugas dengan prima dalam melayani masyarakat. Diharapkan pula agar menghidupkan diskusi-diskusi secara berkala memberikan motivasi kepada para hakim muda untuk tumbuh dan berkembang.


Acara ini disamping dihadiri oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH. S.IP. M.Hum. (Hakim Agung) , H. Imam Soebechi, SH. MH. (Hakim Agung), DRS. H. FARID ISMAIL, SH, MH (Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama
M
ahkamah Agung RI). juga beberapa orang pejabat Struktural dan Fungsional dan Staf di lingkungan MARI, diawali dengan laporan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Padang (H.SUPARNO, SH). Sementara itu dalam agenda rapat yang digelar selama 3 hari tersebut yaitu Penjelasan Pemilu, SEMA No. 6 tahun 2008 oleh H. Imam Soebechi, SH. MH, sedangkan Peyampaian tentang Pedoman Perilaku Hakim (Code Of Conduct) oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH. S.IP. M.Hum dan Pertanggung jawaban Laporan, Disiplin Pegawai, Penyusunan RKAKL, PNBP dan Biaya Perkara disampaikan oleh DRS. H. FARID ISMAIL, SH, MH .. Usai rapat Pembinaan di lanjutkan dengan Rapat Koordinasi Jajaran Pengadilan Se-Sumatera Barat yang dipandu oleh KPT dan KPTA Sumatera Barat tentang Sosialisasi Hasil Rakernas IKAHI.

Sebelumnya, pada hari Selasa Malam (11/11/2008) jamuan makan malam dan ramah tamah dengan Walikota Bukittinggi. Pada malam keakraban tersebut diadakan digedung serba guna Pustaka Bung Hatta Bukittinggi, yang merupakan Pustaka kedua setelah Pustaka Bung Karno di Blitar. Di daerah perkantoran ini hanya berdiri tiga bangunan yakni kantor Walikota Bukittinggi, Pustaka Bung Hatta dan Kantor Pengadilan Agama Bukittinggi yang masih dalam tahap pembangunan, yang diamini oleh Ketua Pengadilan Agama Bukittinggi Drs. SYAMSIR SULEMAN.(klik disini) Pada sambutanya Walikota Bukittinggi Drs.H . Djufri menyampaikan sejarah Bukittinggi dalam kehidupan ketatanegaraan semenjak zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang serta zaman kemerdekaan dengan berbagai variasinya tetap merupakan pusat Pemerintahan Sumatera bahagian Tengah maupun Sumatera secara keseluruhan, bahkan Bukittinggi pernah berperan sebagai Pusat Pemerintahan Republik Indonesia setela Yogyajarta diduduki Belanda dari bulan Desember 1948 sampai dengan bulan Juni 1949.

Semasa pemerintahan Belanda dahulu, Bukittinggi oleh Belanda selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan, dari apa yang dinamakan Gemetelyk Resort berdasarkan Stbl tahun 1828. Belanda telah mendirikan kubu pertahanannya tahun 1825, yang sampai sekarang kubu pertahanan tersebut masih dikenal dengan Benteng " Fort De Kock ". Kota ini telah digunakan juga oleh Belanda sebagai tempat peristirahatan opsir-opsir yang berada di wilayah jajahannya di timur ini.

Oleh pemerintah Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian Pemerintah militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand karena disini berkedudukan komandan Milioter ke 25. Pada masa ini Bukittinggi berganti nama dari Taddsgemente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari Sianok, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu taba dan Bukit Batabuah yang sekarang kesemuanya itu kini berada dalam daerah Kabupaten Agam, di Kota ini pulalah Pemerintah bala tebtara Jepang mendirikan pemancar Radio terbesar untuk pulau Sumatera dalam rangka mengibarkan semangat rakyat untuk menunjang kepentingan peramg Asia Timur Raya versi Jepang.

Pada zaman perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan. Dari bulan Desember 1948 sampai dengan bulan Juni 1949 ditunjuk sebagai Ibu Kota Pemerintahan darurat Republik Indonesia ( PDRI ), setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.

Selanjutnya Bukittinggi pernah menjadi Ibukota Propinsi Sumatera dengan Gubernurnya Mr. Tengku Muhammad Hasan. Kemudian dalam peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang No. 4 tahun 1959 Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Sumatera Tengah yang meliputi keresidenan-keresidenan Sumatera Barat, Jambi dan Riau yang sekarang masing-masing Keresidenan itu telah menjadi Propinsi-propinsi sendiri.

Setelah keresidenan Sumatera Barat dikembangkan menjadi Propinsi Sumatera Barat, maka Bukittinggi ditunjuk sebagai Ibu Kota Propinsinya,. semenjak tahun 1958 secara defacto Ibukota Propinsi telah pindah ke Padangnamun secara deyuire barulah tahun 1978 Bukittinggi tidak lagi menjadi Ibukota Propinsi Sumatera Barat, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1979 yang memindahkan Ibukota Propinsi Sumatera Barat ke Padang.

Sekarang ini Bukittinggi berstatus sebagai kota madya Daerah Tingkat II sesuai dengan undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok Pemerintah di Daerah yang telah disempurnakan dengan UU NO. 22/99 menjadi Kota Bukittinggi.(Dimuat Admin)